BAB VII
PERATURAN DAN REGULASI
Pengertian
Peraturan menurut
kamus besar bahasa Indonesia adalah ketentuan yang mengikat warga kelompok
masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan kendalikan tingkah laku yang
sesuai dan diterima: setiap warga masyarakat harus menaati aturan yang berlaku,
atau ukuran, kaidah yang dipakai sebagai tolok ukur untuk menilai atau
membandingkan sesuatu.
Pengertian
Regulasi menurut
kamus besar bahasa Indonesia adalah mengendalikan perilaku manusia atau
masyarakat dengan aturan atau pembatasan. Regulasi dapat dilakukan dengan
berbagai bentuk, misalnya: pembatasan hukum diumumkan oleh otoritas pemerintah,
regulasi pengaturan diri oleh suatu industri seperti melalui asosiasi
perdagangan, Regulasi sosial (misalnya norma), co-regulasi dan pasar. Seseorang
dapat, mempertimbangkan regulasi dalam tindakan perilaku misalnya menjatuhkan
sanksi (seperti denda). Tindakan hukum administrasi, atau menerapkan regulasi
hukum, dapat dikontraskan dengan hukum undang-undang atau kasus.
Perbandingan
Cyber Law
Cyber
Law merupakan seperangkat aturan yang dibuat oleh suatu negara tertentu, dan
peraturan yang dibuat itu hanya berlaku kepada masyarakat negara tersebut.
Jadi,setiap negara mempunyai cyberlaw tersendiri.
Perbandingan
Cyber Law di berbagai negara
Cyber
Law negara Indonesia
Indonesia
telah resmi mempunyai undang-undang untuk mengatur orang-orang yang tidak
bertanggung jawab dalam dunia maya. Cyber Law-nya Indonesia yaitu undang–undang
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Di
berlakukannya undang-undang ini, membuat oknum-oknum nakal ketakutan karena
denda yang diberikan apabila melanggar tidak sedikit kira-kira 1 miliar rupiah
karena melanggar pasal 27 ayat 1 tentang muatan yang melanggar kesusilaan.
sebenarnya UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) tidak
hanya membahas situs porno atau masalah asusila. Total ada 13 Bab dan 54 Pasal
yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya dan
transaksi yang terjadi didalamnya. Sebagian orang menolak adanya undang-undang
ini, tapi tidak sedikit yang mendukung undang-undang ini.
Dibandingkan
dengan negara-negara di atas, indonesia termasuk negara yang tertinggal dalam
hal pengaturan undang-undang ite. Secara garis besar UU ITE mengatur hal-hal
sebagai berikut :
•Tanda
tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan
konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework
Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas).
•
Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP.
•
UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang
berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum
di Indonesia.
•
Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual.
•
Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
o
Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
o
Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
o
Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
o
Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
o
Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
o
Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
o
Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?))
o
Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (phising?))
Cyber Law Negara Singapore
The Electronic Transactions Act
telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan kerangka yang sah tentang
undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik di Singapore yang
memungkinkan bagi Menteri Komunikasi Informasi dan Kesenian untuk membuat
peraturan mengenai perijinan dan peraturan otoritas sertifikasi di Singapura.
Didalam ETA mencakup :
Didalam ETA mencakup :
Kontrak Elektronik. Kontrak
elektronik ini didasarkan pada hukum dagang online yang dilakukan secara wajar
dan cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak elektronik memiliki kepastian
hukum.
Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan.
Mengatur mengenai potensi / kesempatan yang dimiliki oleh network service
provider untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mengambil,
membawa, menghancurkan material atau informasi pihak ketiga yang menggunakan
jasa jaringan tersebut. Pemerintah Singapore merasa perlu untuk mewaspadai hal
tersebut.
Tandatangan dan Arsip elektronik. Hukum memerlukan arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik, karena itu tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah menurut hukum.
Tandatangan dan Arsip elektronik. Hukum memerlukan arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik, karena itu tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah menurut hukum.
Di Singapore masalah tentang
privasi, cyber crime, spam, muatan online, copyright, kontrak elektronik sudah
ditetapkan. Sedangkan perlindungan konsumen dan penggunaan nama domain belum
ada rancangannya tetapi online dispute resolution sudah terdapat rancangannya.
Cyber Law Negara Thailand
Cybercrime dan kontrak elektronik di
Negara Thailand sudah ditetapkan oleh pemerintahnya, walaupun yang sudah
ditetapkannya hanya 2 tetapi yang lainnya seperti privasi, spam, digital
copyright dan ODR sudah dalalm tahap rancangan.
Cyber Law Negara Malaysia
Lima cyberlaws telah berlaku pada
tahun 1997 tercatat di kronologis ketertiban. Digital Signature Act 1997
merupakan Cyberlaw pertama yang disahkan oleh parlemen Malaysia.
Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis.
Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis.
Di Malaysia masalah perlindungan
konsumen, cybercrime, muatan online, digital copyright, penggunaan nama domain,
kontrak elektronik sudah ditetapkan oleh pemerintahan Malaysia. Sedangkan untuk
masalah privasi, spam dan online dispute resolution masih dalam tahap
rancangan.
COMPUTER CRIME ACT
Merupakan Undang-undang penyalahan
penggunaan Information Technology di Malaysia Computer Crime Act (Malaysia)
merupakan suatu peraturan Undang – undang yang memberikan pelanggaran –
pelanggaran yang berkaitan dengan penyalah gunaan komputer, undang – undang ini
berlaku pada tahun 1997. Computer crime berkaitan dengan pemakaian komputer
secara illegal oleh pemakai yang bersifat tidak sah, baik untuk kesenangan atau
untuk maksud mencari keuntungan. Cybercrime merupakan suatu kegiatan yang dapat
dihukum karena telah menggunakan komputer dalam jaringan Internet yang
merugikan dan menimbulkan kerusakan pada jaringan komputer Internet, yaitu
merusak properti, masuk tanpa izin, pencurian hak milik intelektual,
pornografi, pemalsuan data, pencurian, pengelapan dana masyarakat. Cyber Law di
asosiasikan dengan media internet yang merupakan aspek hukum dengan ruang
lingkup yang disetiap aspeknya berhubungan dengan manusia dengan memanfaatkan
tekhnologi internet.
COUNCIL OF EUROPE CONVETION ON CYBER CRIME
COUNCIL OF EUROPE CONVETION ON CYBER CRIME
Merupakan suatu organisasi
international dengan fungsi untuk melindungi manusia dari kejahatan dunia maya
dengan aturan dan sekaligus meningkatkan kerjasama internasional. 38 Negara,
termasuk Amerika Serikat tergabung dalam organisasi international ini. Tujuan
dari organisasi ini adalah memerangi cybercrime, meningkatkan investigasi
kemampuan. Council of Europe Convention on Cyber Crime mengadopsikan aturan
yang tepat dan untuk meningkatkan kerjasama internasional untuk melindungi
masyarakat dari kejahatan dunia maya.
Council of Europe Convention on Cyber Crime (Dewan Eropa Konvensi Cyber Crime), yang berlaku mulai pada bulan Juli 2004, adalah dewan yang membuat perjanjian internasional untuk mengatasi kejahatan komputer dan kejahatan internet yang dapat menyelaraskan hukum nasional, meningkatkan teknik investigasi dan meningkatkan kerjasama internasional.
Council of Europe Convention on Cyber Crime berisi Undang-Undang Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU-PTI) pada intinya memuat perumusan tindak pidana.
Council of Europe Convention on Cyber Crime (Dewan Eropa Konvensi Cyber Crime), yang berlaku mulai pada bulan Juli 2004, adalah dewan yang membuat perjanjian internasional untuk mengatasi kejahatan komputer dan kejahatan internet yang dapat menyelaraskan hukum nasional, meningkatkan teknik investigasi dan meningkatkan kerjasama internasional.
Council of Europe Convention on Cyber Crime berisi Undang-Undang Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU-PTI) pada intinya memuat perumusan tindak pidana.
Council of Europe Convention on Cyber Crime ini juga terbuka untuk penandatanganan oleh negara-negara non-Eropa dan menyediakan kerangka kerja bagi kerjasama internasional dalam bidang ini. Konvensi ini merupakan perjanjian internasional pertama pada kejahatan yang dilakukan lewat internet dan jaringan komputer lainnya, terutama yang berhubungan dengan pelanggaran hak cipta, yang berhubungan dengan penipuan komputer, pornografi anak dan pelanggaran keamanan jaringan. Hal ini juga berisi serangkaian kekuatan dan prosedur seperti pencarian jaringan komputer dan intersepsi sah.
Tujuan utama adanya konvensi ini adalah untuk membuat kebijakan kriminal umum yang ditujukan untuk perlindungan masyarakat terhadap Cyber Crime melalui harmonisasi legalisasi nasional, peningkatan kemampuan penegakan hukum dan peradilan, dan peningkatan kerjasama internasional.
Dapat disimpulkan, perbandingan dari Cyber Law, Computer crime act (Malaysia), Council of Europe Convention on Cyber Crime adalah bahwa pada Cyber Law terfokus pada aspek yang berhubungan dengan subyek hukum, sedangkan Computer Crime Act lebih menekankan pada aspek keluaran dari pemanfaatan dan pemakaian komputer dan Council of Europe Convention on Cyber Crime merupakan lembaga organisasi untuk memerangi kejahatan di dunia maya sekaligus meningktkan kerjasama antar Negara. Perbadingan lain dapat dilihat dari segi dimana hukum itu diterapkan. Cyberlaw berlaku hanya berlaku di Negara masing-masing yang memiliki Cyberlaw, Computer Crime Law (CCA) hanya berlaku kepada pelaku kejahatan cybercrime yang berada di Negara Malaysia dan Council of Europe Convention on Cybercrime berlaku kepada pelaku kejahatan cybercrime yang ada di seluruh dunia.
UU
NO.19 YANG BERHUBUNGAN DENGAN HAK CIPTA
Undang-undang
No. 19 tahun2002 tentang hak cipta yang berkaitan dengan komputerisasi adalah :
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1 , ayat 8 :
Program
Komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode,
skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat
dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan
fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan
dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.
LINGKUP
HAK CIPTA
Pasal
2, ayat 2 :
Pencipta
atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer memiliki
hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya
menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.
Pasal
12, ayat 1 :
Dalam
Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:
a.
buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang
diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
Pasal
15 :
Dengan
syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap
sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a.
Penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan
suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;
b.
Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara
atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu
pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial
semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
c.
Pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer
yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
PERLIDUNGAN
HAK CIPTA
Dalam
kerangka perlindungan hak cipta, hukum membedakan dua macam hak, yaitu hak
ekonomi dan hak moral. Hak ekonomi berhubungan dengan kepentingan ekonomi
pencipta seperti hak untuk mendapatkan pembayaran royalti atas penggunaan
(pengumuman dan perbanyakan) karya cipta yang dilindungi. Hak moral berkaitan
dengan perlindungan kepentingan nama baik dari pencipta, misalnya untuk tetap
mencantumkan namanya sebagai pencipta dan untuk tidak mengubah isi karya
ciptaannya.
Ciptaan
yang dilindungi hak cipta di Indonesia dapat mencakup misalnya buku, program
komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, ceramah,
kuliah, pidato, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama, drama musikal,
tari, koreografi, pewayangan, pantomim, seni rupa dalam segala bentuk (seperti
seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase,
dan seni terapan), arsitektur, peta, seni batik (dan karya tradisional lainnya
seperti seni songket dan seni ikat), fotografi, sinematografi, dan tidak
termasuk desain industri (yang dilindungi sebagai kekayaan intelektual
tersendiri). Ciptaan hasil pengalihwujudan seperti terjemahan, tafsir, saduran,
bunga rampai (misalnya buku yang berisi kumpulan karya tulis, himpunan lagu
yang direkam dalam satu media, serta komposisi berbagai karya tari pilihan),
dan database dilindungi sebagai ciptaan tersendiri tanpa mengurangi hak cipta
atas ciptaan asli (UU 19/2002 pasal 12).
Tidak
ada Hak Cipta untuk kegiatan berikut ini :
a.
hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
b.
peraturan perundang-undangan;
c.
pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
d.
putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
e.
keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.
PEMBATASAN
HAK CIPTA
Dalam
Undang-undang Hak Cipta yang berlaku di Indonesia, beberapa hal diatur sebagai
dianggap tidak melanggar hak cipta (pasal 14–18). Pemakaian ciptaan tidak dianggap
sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan
jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial
termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan
ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak
merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya.
Pemegang
Hak Cipta yang bersangkutan diwajibkan untuk memberikan izin kepada pihak lain
untuk menerjemahkan dan/atau memperbanyak Ciptaan tersebut di wilayah Negara
Republik Indonesia dalam waktu yang ditentukan.
Untuk
lembaga penyiaran yang menyisipkan suatu ciptaan, lembaga penyiaran ini harus
memberikan imbalan yang layak kepada Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan
apabila mengumumkan ciptaan dari pemilik ciptaan tersebut.
PENDAFTARAN
HAK CIPTA
Di
Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta
atau pemegang hak cipta, dan timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak
ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran[2].
Namun
demikian, surat pendaftaran ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di
pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan[1]. Sesuai
yang diatur pada bab IV Undang-undang Hak Cipta, pendaftaran hak cipta
diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI),
yang kini berada di bawah [Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia]].
Pencipta
atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui
konsultan HKI. Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002
pasal 37 ayat 2). Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat
diperoleh di kantor maupun situs web Ditjen HKI. "Daftar Umum
Ciptaan" yang mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola oleh Ditjen HKI
dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya.
UU
NO.36 YANG BERHUBUNGAN DENGAN TELEKOMUNIKASI
Azas
& Tujuan Telekomunikasi
Pasal
2
Telekomunikasi
diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata,kepastian hukum,keamanan,kemitraan,etika
dan kepercayaan pada diri sendiri.
Pasal
3
Telekomunikasi
diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan
bangsa,meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan
merata,mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan,serta meningkatkan
hubungan antarbangsa.
Penyelenggaraan
Komunikasi
Pasal
7
(1)
Penyelenggara telekomunikasi meliputi :
a.
penyelenggara jaringan telekomunikasi;
b.
penyelenggara jasa telekomunikasi;
c.
penyelenggara telekomunikasi khusus
(2)
Dalam penyelenggaraan telekomunikasi,diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.
melindungi kepentingan dan keamanan Negara;
b.
mengantisipasi perkembangan teknologi dan tututan global;
c.
dilakukan secara profesional dan dapat dipertanggungjawabkan;
d.
peran serta masyarakat.
Penyidikan
Pasal
44
(1)
Selain penyidik Pejabat Polisi Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri
Sipil tertentu dilingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya
dibidang telekomunikasi, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan
tindak pidana dibidang telekomunikasi.
(2)
Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)berwenang:
a.
melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenan dengan
tindak pidana di bidang telekomunikasi.
b.
melakukan pemeriksaaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga melakukan
tindak pidana dibidang telekomunikasi.
c.
menghentikan penggunaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang menyimpang
dari ketentuan yang berlaku.
d.
memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka.
e.
melakukan pemeriksaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang diduga
digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
f.
menggeledah tempat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang
telekomunikasi.
g.
menyegel dan atau menyita alat dan atau perangkat telekomunikasi yang digunakan
atau yang diduga berkaita dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
h.
meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di
bidang telekomunikasi.
i.
mengadakan penghentian penyidikan.
(3)
Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai
dengan Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Sanksi
Administrasi
Pasal
45
Barang
siapa melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1),Pasal 18 ayat (2),pasal19,pasal
21,Pasal 25 ayat (2),Pasal 26 ayat (1),Pasal 29 ayat (1),Pasal 29 ayat
(2),Pasal 33 ayat (1),Pasal 33 ayat (2),Pasal 34 ayat (1),Pasal 34 ayat (2)
dikenai sanksi administrasi.
Pasal
46
(1)
Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 berupa pencabutan izin.
(2)
Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diberi
peringatan tertulis.
ketetentuan
pidana
Pasal
47
Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat
(1),dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak
Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta
rupiah).
Pasal
48
Penyelenggara
jaringan telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau
denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal
49
Penyelenggara
telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20,dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda
paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal
50
Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22,dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak
Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal
51
Penyelenggara
komunikasi khusus yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
ayat (1 ataau Pasal 29 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta
rupiah).
Pasal
52
Barang
siapa memperdagangkan,membuat,merakit,memasukan atau menggunakan perangkat
telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan
persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal
53
(1)
Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1)
atau Pasal 33 ayat (2) dipidana dengan penjara pidana paling lama 4 (empat)
tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
(2)
Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya
seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal
54
Barang
siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau
Pasal 36 Ayat (2),dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan
atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua raatus juta rupiah).
Pasal
55
Barang
siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38,dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal
56
Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40,dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal
57
Penyelenggara
jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
42 ayat (1),dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau
denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal
58
Alat
dan perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47,Pasal 48,Pasal 52,atau Pasal 56 dirampas oleh negara
dan atau dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal
59
Perbuataan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47,Pasal 48,Pasal 49,Pasal 50,Pasal 51,Pasal
52,Pasal 53,Pasal 54,Pasal 55,Pasal 56, dan Pasal 57 adalah kejahatan.
RUU
tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE)
(peraturan
bank indonesia ttg internet banking)
Internet
banking merupakan layanan perbankan yang memiliki banyak sekali manfaatnya bagi
pihak bank sebagai penyedia dan nasabah sebagai penggunanya. Transaksi melalui
media layanan internet banking dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja.
Melalui internet banking, layanan konvensional bank yang komplek dapat
ditawarkan relatif lebih sederhana, efektif, efisien dan murah. Internet banking
menjadi salah satu kunci keberhasilan perkembangan dunia perbankan modern dan
bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa dengan internet banking, keuntungan
(profits) dan pembagian pasar (marketshare) akan semakin besar dan luas.
Internet banking, terdapat pula resiko-resiko yang melekat pada layanan
internet banking, seperti resiko strategik, resiko reputasi, resiko operasional
termasuk resiko keamanan dan resiko hukum, resiko kredit, resiko pasar dan
resiko likuiditas. Oleh sebab itu, Bank Indonesia sebagai lembaga pengawas
kegiatan perbankan di Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No.
9/15/PBI/2007 Tentang Penerapan Manajemen Resiko Dalam Penggunaan Teknologi
Informasi Pada Bank Umum agar setiap bank yang menggunakan Teknologi Informasi
khususnya internet banking dapat meminimalisir resiko-resiko yang timbul
sehubungan dengan kegiatan tersebut sehingga mendapatkan manfaat yang maksimal
dari internet banking.
Upaya
yang dilakukan Bank Indonesia untuk meminimalisir terjadinya kejahatan internet
fraud di perbankan adalah dengan dikeluarkannya serangkaian peraturan
perundang-undangan, dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Surat
Edaran Bank Indonesia (SE), yang mewajibkan perbankan untuk menerapkan
manajemen risiko dalam aktivitas internet banking, menerapkan prinsip mengenal
nasabah/Know Your Customer Principles (KYC), mengamankan sistem teknologi
informasinya dalam rangka kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan
menerapkan transparansi informasi mengenai Produk Bank dan penggunan Data
Pribadi Nasabah.
Lebih
lanjut, dalam rangka memberikan payung hukum yang lebih kuat pada transaksi
yang dilakukan melalui media internet yang lebih dikenal dengan cyber law maka
perlu segera dibuat Undang-Undang mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik
(UU ITE) dan Undang-Undang mengenai Transfer Dana (UU Transfer Dana). Dengan
adanya kedua undang-undang tersebut diharapkan dapat menjadi faktor penting
dalam upaya mencegah dan memberantas cybercrimes termasuk mencegah kejahatan
internet fraud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar